Abstract

Selama Januari hingga April 2018, lebih dari 100 orang di beberapa tempat di Indonesia mati akibat mengonsumsi alkohol oplosan. Alkohol tersebut mengandung metanol, yang merupakan alkohol untuk industri dan tidak bisa dikonsumsi manusia. Banyak dari kasus tersebut terjadi di daerah Bandung Raya, yaitu daerah metropolitan yang terdiri dari Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi, di mana 57 peristiwa telah tercatat. Setahun kemudian, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melakukan studi kasus di wilayah Bandung dan sekitarnya untuk mencari tahu apakah upaya pemerintah untuk mengamankan penjualan alkohol oplosan telah berhasil dan mampu untuk mencegah terjadinya tragedi serupa di masa yang akan datang. Wawancara dilakukan dengan pihak pemerintah daerah, kepolisian, penegak hukum daerah Satpol PP, dan beberapa pemangku kepentingan lainnya. Studi ini menemukan bahwa upaya penegakan hukum menghadapi tantangan-tantangan serius. Sumber daya manusia tidak cukup. Baik Satres Narkoba Kepolisian Kabupaten Bandung maupun Satpol PP di Kota Cimahi hanya memiliki satu petugas untuk sekitar 150.000 warga di bawah yurisdiksi mereka. Para petugas ini memiliki beberapa target dan tidak hanya terfokus pada masalah alkohol oplosan. Selain itu, mereka juga tidak memiliki anggaran khusus untuk masalah tersebut, serta tidak memiliki peralatan teknis yang memadai. Untuk menanggulangi masalah alkohol oplosan mereka membutuhkan catatan dan pengelolaan data yang lebih baik, yang saat ini kondisinya sangat menyulitkan pihak berwenang untuk membuat perencanaan strategis. Gesekan antar institusi memengaruhi kerja sama antara beberapa badan pemerintah dan ada beberapa praktik korupsi, di mana vendor alkohol oplosan diberikan peringatan sebelum dilakukannya penggerebekan. Indonesia sebaiknya melakukan reformasi regulasi untuk mendorong tersedianya alkohol yang diproduksi sesuai standar agar lebih terjangkau serta dapat diakses lebih mudah. Survei yang dilakukan terhadap konsumen alkohol di Bandung menunjukkan bahwa oplosan adalah kategori yang paling sering dibeli karena murah dan lebih mudah didapat. Regulasi saat ini yang mengatur usia 21 tahun sebagai batas legal minimum untuk mengonsumsi alkohol perlu untuk lebih ditegakkan lagi. Kedua, diperlukan adanya anggaran daerah yang dikhususkan untuk memerangi alkohol oplosan serta penambahan jumlah petugas yang sudah terlatih pada badan penegak hukum. Badan-badan tersebut juga harus bekerja sama dengan organisasi masyarakat yang mempunyai hubungan dekat dengan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi dan mengusut vendor oplosan. Ketiga, upaya edukasi dan konseling di sekolah-sekolah dan universitas perlu ditingkatkan lagi. Para pemuda perlu belajar tentang bahaya keracunan metanol dari mengonsumsi alkohol oplosan. Saat ini, hanya segelintir mahasiswa di Bandung yang menyatakan pernah mendengar kampanye tentang bahaya kosumsi alkohol oplosan.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call