Abstract

Keluhkupan is a traditional tool used by the Daya tribe as the conveyor of information by using the main wood (keluhkupan) and stick (helu) which are hit with hard blows that have different rhythmic patterns from the signs of disaster that exist in each wasp of complaints. among them are fatalities, natural disasters and riots. The three strokes have different sound patterns from dynamics, tempo and rhythm. The people who are believed to beat Keluhkupan are only allowed to be traditional leaders (men only) and those who beat Keluhkupan must really know how the sound patterns of Negu Death, Negu Sasah Bencana and Negu Sasah Huru-hara sound patterns. Negu Death is carried out when a villager dies, traditional leaders beat Keluhkupan from soft to stronger with punches from slowly to faster. Negu Sasah This wasp disaster is carried out if there is a disaster tokah adat hitting Keluhkupan powerfully and quickly. Negu Sasah This wasp riot is a sign that there has been a fight between the traditional leaders hitting Keluhkupan quickly and strongly, indicating haste or Kesasah.

Highlights

  • Keluhkupan merupakan suatu alat tradisi yang digunakan masyarakat suku Daya sebagai penyampai informasi dengan menggunakan kayu utama dan tongkat yang dipukulkan dengan pukulan pukulan keras yang memiliki pola-pola irama berbeda dari tanda-tanda musibah yang ada pada tiap pukulan keluhkupan, diantaranya adalah musibah kematian, bencana alam dan huruhara

  • Keluhkupan is a traditional tool used by the Daya tribe as the conveyor of information by using the main wood and stick which are hit with hard blows that have different rhythmic patterns from the signs of disaster that exist in each wasp of complaints. among them are fatalities, natural disasters and riots

  • Negu Death is carried out when a villager dies, traditional leaders beat Keluhkupan from soft to stronger with punches from slowly to faster

Read more

Summary

Pendahuluan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Perkembangan tradisi lokal ini yang sudah ada pada zaman dahulu perlahan-lahan menghilang akibat pola kehidupan masyarakat yang semakin maju dan sudah banyak alat-alat canggih yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga masyarakat Suku Daya sendiri tidak banyak yang mengetahui pola-pola bunyi pada pukulan Keluhkupan itu sendiri. Penelitian ini akan memberikan gambaran secara sistematis mengenai pola ritme Keluhkupan untuk menyampaikan informasi pada masyarakat Suku Daya Muaradua OKU Selatan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa observasi atau pengamatan dapat dikatakan sebagai kegiatan dalam bentuk penerimaan data melalui alat panca indra dengan cara mencatat, mendengarkan, melihat kejadian yang akan diteliti seperti pengamatan pada pola ritme Keluhkupan sebagai penyampai informasi musibah pada masyarakat Suku Daya Muaradua OKU Selatan. Pukulan ini sebagai isyarat bahwa telah terjadi perkelahian atau peperangan, sama halnya dengan pukulan pada Negu Sasah Musibah, tokoh adat memukul Keluhkupan dengan cepat dan kuat yang menandakan tergesahgesah atau Kesasah. Dari ketiga aspek diatas peneliti akan meneliti bagaimana dinamika, tempo dan ritme yang terdapat pada pukulan Keluhkupan tersebut

Pembahasan
Negu Sasah Bencana
Kesimpulan
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call