Abstract
Abstract The discussion about the problem of pornography seems to be endless. The ease of accessing cyberspace is one of the causes of pornography being difficult to control. The emergence of minority groups such as LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) raises its own problems in the community. Some human rights activists consider LGBT a right for those who are not used to being banned and even the State must protect it. In terms of human values, it is clear that LGBT actors must indeed be protected from discrimination. But if their actions have touched the public or public domain, that is no longer a reason to be protected by the State and even the State must appear in regulating it. When the LGBT action was publicly displayed, Law Number 44 Year 2008 Regarding Pornography, could not directly touch it. This is influenced by two factors, namely regulation factors and also implementation factors. The source of this regulation must be immediately addressed so that its implementation is not ambiguous. Displaying pornographic acts by LGBT in public has been very worrying and can damage the mentalities of young people, especially children. Whereas in the sense of pornography as regulated in Article 1 number 1, the acts of the LGBT offender have entered the qualifications of pornography, namely in the case of gestures through public performances, which contain obscenity or sexual exploitation that violates the norms of decency in society. This research uses normative research using literature study with primary legal sources used is Law Number 44 Year 2008. The specific target of this research is to make scientific contributions, especially related to critical thinking about pornography laws. While the long-term goal of this study is that it is hoped that this research can be considered by policy makers or regulators to make improvements to this law so that it does not provide multiple interpretations in the implementation phase. Keywords: Analysis, Article 10, Law Number 44 Year 2008, Pornography, LGBT ABSTRAK Pembahasan mengani masalah pornografi nampaknya tidak ada habisnya. Kemudahan dalam mengakses dunia maya menjadi salah satu penyebab pornorgafi menjadi susah untuk dikendalikan. Munculnya golongan-golongan minoritas seperti LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) menimbukkan permasalahan tersendiri ditengah masyarakat. Beberapa aktifis HAM mengangggap LGBT merupakan suatu hak bagi mereka yang tidak bisa untuk dilarang dan bahkan negara harus melindunginya. Dalam hal nilai kemanusiaan jelas para pelaku LGBT memang harus dilindungi keberadaannya dari tindakan-tindakan diskriminasi. Namun apabila aksi mereka sudah menyentuh ranah publik atau umum, itu bukan lagi menjadi alasan untuk dilindungi oleh negara dan bahkan negara harus tampil dalam mengaturnya. Ketika aksi LGBT itu dipertontonkan di muka umum, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, belum secara langsung dapat menyentuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor regulasinya dan juga faktor implementasinya. Sumber dari regulasi ini lah yang harus segera dibenahi agar implementasinya tidak ambigu. Mempertontonkan aksi-aksi bernuansa pornografi oleh LGBT dimuka umum ini sudah sangat mengkhawatirkan dan dapat merusak mental-mental generai muda khususnya anak-anak. Padalah dalam pengertian pornografi sebagaimana di atur dalam pasal 1 angka 1, perbuatan pelaku LGBT tersebut sudah masuk kualifikasi pornografi yaitu dalam hal “gerak tubuh melalui pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dengan sumber hukum primer yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008. Target khusus dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan keilmuan khususnya terkait pemikiran kritis terhadap undang-undang pornografi. Sedangkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah besar harapan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan atau pembuat regulasi untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang ini sehingga tidak memberikan multi tafsir dalam tahap implemntasinya. . Kata Kunci : Analisis, Pasal 10, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008, Pornografi, LGBT.
Published Version
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
More From: iqtisad Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.