Abstract
This article aims to explain on Arne Naess’ notion of relation between religion and nature. For Naess, relation between religion and nature has double face. On the one hand, religion is a good source for human being in understanding nature and himself. Religion teaches man how to creates a mutual relation with nature. On the other hand, religion is also the source of ecological crisis since through biblical interpretation which is anthropological oriented gives man knowledge and power to control even exploits nature wantonly. Therefore, to stop ecological crisis we need to shift our anthropological interpretation to an ecological interpretation. Using descriptive and analysis method, this study hopes to contribute on understanding of Naess’ concept on relation between religion and nature.
Highlights
This article aims to explain on Arne Naess’ notion of relation between religion and nature
Religion is a good source for human being in understanding nature and himself
To stop ecological crisis we need to shift our anthropological interpretation to an ecological interpretation
Summary
Naess mengaku diri sebagai orang yang tidak beragama.[2]. Barangkali karena itu, ia tidak menulis buku atau artikel khusus tentang agama. Dari tulisantulisannya dapat dijejaki dan ditemukan pandangannya tentang agama dalam kaitan dengan alam dan manusia karena ia mendasarkannya pada pemikiran Barukh Spinoza, Mohandas Gandhi, Hinduisme dan Buddhisme. Dari tulisan yang sama Naess juga menimba gagasan Gandhi tentang kesatuan manusia dan alam. Karena kekerasan selain melukai bahkan bisa membunuh juga menghalangi manusia untuk mewujudkan realisasi diri dan kesatuannya dengan seluruh makhluk. Menurut Naess, Self yang dimaksudkan adalah dia yang dewasa yang tidak dapat menghindari identifikasi diri dengan seluruh makhluk hidup, melihat dirinya dalam setiap makhluk. Menurut ekologi-dalam, realisasi diri, kesatuan dan tanpa kekerasan (ahimsa) menyatakan penerimaan akan pluralitas yang disatukan dengan aksi politik demi pemeliharaan dan pelestarian terhadap alam. Dalam ayat ini tampaknya Allah menghendaki dan memberi kuasa kepada manusia untuk menaklukkan bumi dan mengisi dengan keturunannya, kendati hal itu tidak berarti manusia bebas bertindak sesuka hatinya. Kualitas yang kurang ini dijadikan alasan untuk membenarkan sikap jijik manusia terhadap alam.[21]
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have