Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi anak-anak yang berperan sebagai saksi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Anak-anak sering mengalami risiko trauma dan intimidasi selama proses peradilan, yang menuntut adanya perlindungan hukum khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penelitian ini mengeksplorasi implementasi perlindungan tersebut serta tantangan yang dihadapi dalam melindungi hak-hak anak sebagai saksi. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur dan wawancara mendalam, penelitian ini mengungkap bahwa meskipun terdapat kerangka hukum yang memadai, implementasinya masih menemui berbagai kendala. Beberapa kendala yang ditemukan meliputi kurangnya koordinasi antar lembaga penegak hukum, keterbatasan sumber daya, serta hambatan sosial dan budaya yang menghalangi perlindungan optimal bagi anak sebagai saksi. Selain itu, anak-anak sering kali tidak mendapatkan dukungan psikologis yang memadai, sementara prosedur hukum yang tidak ramah anak memperburuk kondisi psikologis dan emosional mereka. Studi ini merekomendasikan adanya revisi kebijakan yang lebih komprehensif, peningkatan pelatihan bagi aparat penegak hukum tentang hak-hak anak, serta penguatan dukungan psikososial dan infrastruktur yang mendukung perlindungan anak dalam proses peradilan. Implementasi yang lebih efektif dapat dicapai melalui peningkatan kerjasama antar lembaga, seperti kepolisian, pekerja sosial, dan lembaga perlindungan anak, guna menciptakan sistem yang lebih responsif terhadap kebutuhan saksi anak. Penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan yang berpusat pada anak dan rehabilitatif untuk memastikan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial mereka selama terlibat dalam proses peradilan pidana.
Read full abstract