Abstract

<p>Pengusahaan kakao Indonesia didominasi oleh petani kecil yang belum terorganisasi dengan baik sehingga sering menjadi pihak yang<br />termarjinalkan dalam sistem agribisnis kakao. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran organisasi petani dalam upaya<br />mengoptimalkan kinerja rantai pasok kakao dan pembentukan nilai tambah yang terjadi dalam setiap rantai tata niaga kakao. Penelitian<br />dilaksanakan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara pada bulan Februari sampai Oktober 2012. Data yang dikumpulkan adalah data<br />primer dan sekunder dengan melakukan wawancara kepada petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani, pedagang dan<br />eksportir/industri. Data dan informasi dianalisis dengan pendekatan rantai pasok dan nilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan<br />bahwa kondisi organisasi petani di Kabupaten Kolaka masih sangat beragam dan dapat dikelompokkan menjadi 4 model sesuai dengan<br />aktivitas dan perannya dalam rantai pasok dan pembentukan nilai tambah biji kakao. Organisasi petani yang dimotori oleh gapoktan<br />Model A mampu memberikan pangsa petani yang lebih besar dibandingkan model lainnya, yaitu sebesar 99,43% untuk biji kakao<br />fermentasi dan 96,92% untuk biji kakao non fermentasi. Demikian juga nilai tambah bagi petani yang dihasilkan sebesar Rp509,00/kg<br />untuk biji kakao fermentasi dan Rp1.019,00/kg untuk biji kakao non fermentasi. Oleh karena itu, organisasi petani perlu diarahkan<br />untuk mengefisienkan sistem distribusi dan pemasaran biji kakao sehingga tercipta sistem rantai pasok yang berkinerja baik dan<br />mampu memberikan nilai tambah bagi petani.</p><p><br />Kata kunci: Kakao, pangsa petani, gapoktan, kelembagaan</p><p>Cultivation of cocoa in Indonesia is dominated by small farmers who have not been well organized, so they usually marginalized in the cocoa<br />agribusiness systems. This study aimed to analyze the role of farmer organizations in an effort to optimize the performance of the cocoa supply chain<br />and value addition in cocoa value chain system. The research was conducted in Kolaka, Southeast Sulawesi from February to October 2012. The<br />collected data is primary and secondary data by conducting in-depth interviews to farmers/farmer groups, traders and exporters/industry. All of the<br />data and information were analyzed by supply chain approach and added value. The results showed that the condition of farmers' organizations in<br />Kolaka very diverse and can be grouped into four models according to the activity and its role in the supply chain and value addition of cocoa beans.<br />Farmer organizations led by Model A was able to give farmers a better share than others, i.e. 99.43% for fermented cocoa bean and 96.92% for<br />unfermented. Similarly, added value for farmers were IDR509.00/kg for fermented cocoa beans and IDR1,019.00/kg for unfermented. Therefore,<br />farmers' organizations need to be directed to be more efficient on cocoa beans distribution and marketing that create a well performance of supply<br />chain system and provide added value to the farmer.</p>

Full Text
Paper version not known

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.