Abstract
The One Belt One Road (OBOR) project initiated by the Chinese Government has gripped countries in the international community. Especially to Southeast Asia, where Malaysia and Indonesia are borrowing countries to China. Replacement of government in Malaysia related to corruption cases 1 MDB, resulting in changes in government policy Malaysia. The cancellation basis, because all the raw materials or the materials used are from China following also engineers and unskilled laborers, thus causing a massive migration from China to Malaysia. In the case of this cancellation, of course, the legal consequences for Malaysia as a borrowing country and China as a lending country. Unlike Indonesia, which until now, it is known that the Indonesian Government has established bilateral relations with the Chinese Government in terms of infrastructure development, such as: toll road and airport in Indonesia. The main problem in this study, namely if this bilateral dispute is brought to the International Court of Justice, is the mechanism for executing an international court decision to be issued later.
Highlights
ABSTRAK Proyek One Belt One Road (OBOR) yang diinisasi oleh Pemerintahan China telah mencengkram negara-negara di dunia internasional
project initiated by the Chinese Government has gripped countries
Replacement of government in Malaysia related to corruption cases 1 MDB
Summary
Syarat sahnya perjanjian internasional diatur dalam Konvensi Wina 1969. Konvensi ini diadakan atas prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Naskah Rancangan Konvensinya disusun oleh Panitia Hukum Internasional (yang disingkat ILC), yaitu sebuah Panitia Ahli dan dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No 174/II/1947.15. Menurut Mochtar Kusumaatmadja perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibatakibat hukum tertentu. Berdasarkan definisi tersebut bahwa subyek hukum internasional yang mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk juga lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Adapun dasar tidak sahnya perjanjian yang tersebut di dalam Konvensi Wina 1969, antara lain: 1. Perjanjian yang bertentangan dengan norma yang sudah baku dalam hukum internasional (jus cogens) Berdasarkan Pasal 16-53 tentang tidak sahnya suatu perjanjian terbagi 3 (tiga) golongan : 1. Dalam perjanjian internasional yang terbuka dan isinya mengenai melakukan perundingan dan pihak-pihak yang terikat pada perjanjian internasional tersebut status hukumnya tidak sama. 5. Tunduk Kepada atau Diatur oleh Hukum Internasional Maksudnya sejak perundingan dimulai untuk merumuskan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaannya dengan segala permasalahan yang timbul sampai dengan. Vol 3 No 1 Januari 2021 pengakhiran perjanjian, seluruhya tunduk kepada hukum internasional maupun hukum perjanjian internasional
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.